Minggu, 19 September 2010

peningkatan propesional guru


terbitnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
menimbulkan berbagai implikasi terkait peningkatan mutu tenaga pendidikan.
Kompas (2006) menulis bahwa peningkatan kualifikasi dan upaya pemberian
peningkatan kesejahteraan seimbang dengan kompetensi menjadi tuntutan Undang-
Undang baru tersebut di tengah realitas guru yang memprihatinkan. Menyikapi hal
itu, Redaksi Harian ”Kompas” mengadakan diskusi panel bertajuk "Profesionalisme
dan Pendidikan Guru", Selasa (24/1). Panelis yang hadir terdiri atas Dirjen
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Depdiknas Fasli Jalal, Rektor
Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta Paulus Suparno, Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung Sunaryo Kartadinata, Ketua Umum Federasi
Guru Independen Indonesia (FGII) Suparman, Koordinator Koalisi Pendidikan Lodi
Paat, serta Koordinator Litbang SD Hikmah Teladan Cimahi, Aripin Ali. Diskusi
dipandu Soedijarto, Ketua Umum Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI)
sekaligus penasihat PB PGRI.
Paradigma Baru Guru SD
Secara konseptual, mengubah paradigma guru SD menjadi guru yang
professional dan efektif adalah relatif mudah, bahkan tidak terdapat hambatan.
Konsekwensi dari paradigma baru guru SD membutuhkan perencanaan yang
komprehensif. Penyiapan pendidikan guru SD yang profesional membutuhkan
jangka waktu lama dan menghabiskan dana yang besar. Meskipun membutuhkan
jangka waktu lama dan biaya mahal, kebijakan itun harus diambil, jika pemerintah
secara sungguh-sungguh ingin meningkatkan kualitas guru SD. Meningkatnya
kualitas guru SD diasumsikan secara linier akan meningkatkan kualitas
pembelajaran. Akhir muara dari kualitas guru SD diharapkan akan meningkatnya
kualitas pendidikan, khususnya output dan outcome SD. Berikut akan dibandingkan
paradigma pendidikan Guru model lama (Era 1990-an) dan paradigman baru guru
SD Profesional (Era 2005-an.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar